Sebuah Cerpen: Tentang Perempuan Itu

06.43.00


Hatiku berdebar tak karuan, ketika menerima sebuah surat elektronik dari sahabatmu. Ya, setelah sekian lama aku mengagumimu, akhirnya kuberanikan diri untuk meminta bantuan pada sahabatmu, Aisyah, untuk menjadi perantara antara aku dan dirimu.

Aku langsung membaca surat yang lumayan panjang itu,

"Hai, assalamualaikum. Terimakasih sudah mempercayaiku untuk menjadi salah satu perantaramu untuk menujunya. Bismillah. Semoga aku amanah.

Tentang perempuan itu,
Perempuan yang akan kau genapi itu, bukanlah perempuan sempurna yang tanpa cela. Dia tetaplah manusia biasa, yang tak luput dari salah dan dosa.

Hanya saja, dia selalu berusaha berbenah. Berusaha untuk membaik untuk setiap harinya. Selalu belajar meluaskan rasa sabar, syukur, dan berusaha mengambil hikmah atas apapun yang terjadi dalam hidupnya.

Perempuan yang akan kau genapi itu, berusaha untuk menyembunyikan segala keluh kesah, rasa kecewa, kemarahannya, kelelahannya hanya pada dirinya. Aku merasakan kalau dia itu kecewa, marah, dan lelah walau dia tak pernah menceritakannya padaku. Dia meleburnya, menggantinya dengan selengkung senyuman di wajahnya. Selelah dan sekecewa apapun, dia selalu tersenyum. 
Jarang sekali kudengar gerutuan dari dirinya. Dia memilih untuk nriman, dan kadang malah berseloroh, "Yaudahlah, dibuat bahagia aja sih. Senyumin aja. Hehehehe" Dan aku sangat bersyukur telah dipertemukan dengan sahabat yang nriman seperti dia.

Perempuan yang akan kau genapi itu, adalah perempuan dengan tingkat kepercayaan diri yang rendah. Dia memang berhasil menutupinya dari orang-orang, tapi tidak denganku. Terkadang, kulihat dia menangis diam-diam, belajar membesarkan dan menabahkan hatinya sendiri ketika rasa rendah diri itu muncul. Menenangkan dirinya sendiri, bahwa setiap orang memiliki pencapaian yang berbeda-beda dalam hidupnya. Memiliki cara tersendiri untuk menebar manfaat kepada sesamanya. Dan dia selalu berhasil, walau kadang rasa rendah dirinya itu muncul kembali di waktu lain.

Perempuan yang akan kau genapi itu, adalah perempuan yang hidup dengan mimpi-mimpi. Itu kulihat dari sorot matanya yang begitu hidup ketika bercerita tentang mimpinya. Dan aku tercengang. Betapa dia sungguh-sungguh memperjuangkan segala mimpinya. Betapa dia sudah jatuh-tersungkur-bangkit lagi demi mimpi-mimpinya agar tetap hidup. Dia adalah perempuan yang selalu percaya, bahwa dalam segala mimpinya ada tangan Allah yang berperan. Dia menjadikan Allah sebagai tujuan utama dari segala mimpinya.

Perempuan yang akan kau genapi itu, adalah perempuan yang tumbuh dengan hati yang setegar karang. Entah dulu sudah berapa kali aku menenangkannya ketika dia hancur karena lelaki yang pernah ia harapkan menjadi penggenap dirinya pergi dan memilih orang lain. Dan setelah itu, aku melihat dia benar-benar bangkit untuk menata hatinya. Belajar memanajemen hatinya, memberi benteng agar tak menjatuhkan hati sebelum waktunya. Dan kini, tak lagi kulihat air matanya tumpah menangisi lelaki manapun.

Perempuan yang akan kau genapi itu, adalah perempuan yang memiliki harapan sederhana akan sosok yang menggenapinya nanti. Katanya, "Syah, aku gak mau minta yang muluk-muluk sama Allah buat laki-laki yang jadi penggenapku nanti. Aku gak minta yang ganteng, yang kaya, yang punya segalanya.



Aku cuma minta, semoga dia adalah sosok yang mau jadi temanku untuk berjalan beriringan meraih ridhaNya, menjadi partner kolaborasi dalam menebar manfaat dalam hidup, dan yang pasti, dunia-akhiratku terasa lebih baik dan surga terasa lebih dekat ketika bersamanya. Eh, ini muluk-muluk gak sih, Syah? Hahaha. Semoga Allah ridha. Aamiin." Aku pun meng-aamiin-kannya keras-keras dalam hati.

Mungkin hanya ini yang bisa ku gambarkan tentangnya. Semoga sedikit membantu. Dia perempuan baik. Dan ku lihat kau adalah seseorang yang mampu menjadi penggenap hidupnya. Sahabatnya sehidup sesurga. Berjuanglah. Inshaa Allah, kau akan sampai.

Wassalamualaikum."


Tak terasa air mataku hampir tumpah. Inikah? Inikah kamu yang sesungguhnya? Aku sedikit takut. Takut jika aku tak bisa menjadi penggenapmu yang baik.

Ku tepiskan segala ketakutan dan kekhawatiranku. Ah, aku tak boleh menyerah. Bukankah, ku niatkan ini hanya meraih ridha Allah semata?

Bismillah. Aku, menujumu. Doakan aku sampai pada tujuanku.

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih telah meninggalkan komentar di blog ini dengan bahasa yang santun, tidak spam, dan tidak mengandung SARA.

Jangan sungkan untuk meninggalkan komentar di blog ini, ya! Saya senang sekali jika teman-teman meninggalkan komentar di tulisan saya ^_^

Mari menyambung silaturahmi dan berkawan :) (saya anaknya nggak nggigit, kok :D)